Tuesday, December 19, 2017

Ku Tinggalkan Bandar Ini

Ku tinggalkan bandar ini Langkah-langkah berat membuka belenggu masa Tanpa menoleh pada keringnya luka Tanpa meratap hilangnya sahabat-sahabat fana
Ku tinggalkan bandar ini Di pinggir pancuran sungai ke muara Dulunya lemas tatkala rintik-rintik tiba Menghirup keringnya debu-debu ditiup senjakala
Ku tinggalkan bandar ini Sepoi-sepoi kemodenan menongkat zaman Anak-anak muda bangsa menimba dada dan minda Dibimbing warga-warga tinggi bicara
Ku tinggalkan bandar ini Membawa bersama tekad semalam Berbekalkan waja dijamah keringat Mengheret gelak tangis kuderat persahabatan
Ku tinggalkan bandar ini Tulus sudah tugasan bakti ku bina Mengutus satu ikatan wasiat dan doa Semoga yang bertapak pantas dewasa
September 2013 - Disember 2017

Thursday, September 28, 2017

Zaman Edan - revisit

Istilah Zaman Edan konon pertama kali diperkenalkan oleh Ranggawarsita dalam Serat Kalatida, yang terdiri atas 12 bait tembang Sinom. Salah satu bait yang paling terkenal adalah:

    amenangi jaman édan,
    éwuhaya ing pambudi,
    mélu ngédan nora tahan,
    yén tan mélu anglakoni,
    boya keduman mélik,
    kaliren wekasanipun,
    ndilalah kersa Allah,
    begja-begjaning kang lali,
    luwih begja kang éling klawan waspada.

yang terjemahannya sebagai berikut:

    menyaksikan zaman gila,
    serba susah dalam bertindak,
    ikut gila tidak akan tahan,
    tapi kalau tidak mengikuti (gila),
    tidak akan mendapat bagian,
    kelaparan pada akhirnya,
    namun telah menjadi kehendak Allah,
    sebahagia-bahagianya orang yang lalai,
    akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.

Syair di atas menurut analisis seorang penulis bernama Ki Sumidi Adisasmito adalah ungkapan kekesalan hati pada masa pemerintahan Pakubuwono IX yang dikelilingi para penjilat yang gemar mencari keuntungan pribadi. Syair tersebut masih relevan hingga zaman modern ini di mana banyak dijumpai para pejabat yang suka mencari keutungan pribadi tanpa memedulikan kerugian pihak lain.

Saturday, February 18, 2017

Tawarikh Zaman '79

18 Februari 2017 - Klang Executive Club
HAMPIR EMPAT DASAWARSA LAMANYA
KANAK-KANAK RIANG BERTATIH KECIL, MEGAH MELANGKAH
MEMBAWA SEPALIT KENANGAN
MENJENGAH REMAJA
ALPA PADA LEMBAIAN-LAMBAIAN SARI GURU NAN MANJA
TANPA PEGUN MAUPUN MENOLEH
PADA BANGKU-BANGKU KECIL
PADA MEJA-MEJA KAYU
PADA CORET-CORETAN KAPUR DI PAPAN HITAM NAN KUSAM
PADA CERITERA CINTA-CINTA MONYET TAK TERLUAH MASA
PADA DIRI-DIRI MENTAH MERINTIS KEDEWASAAN
IBARAT SEHELAI KERTAS SEPUTIH KAPAS
DITIUP BAYU PETANG
BELUM TERTULIS CITA-CITA IBUNDA
MAYA NAN LUAS MENGHIJAU BAGAI PERMAIDANI HAMPARAN
MENGIRINGI JEJAK-JEJAK SEJARAH MASA
KITA KANAK-KANAK RIANG ITU
WAJAH DISALUT LAPISAN USIA
KINI KEMBALI MELAWAT TINTA TAWARIKH ZAMAN
PADA LEMBARAN LAMA TIADA AIRMATA
MEMAUT TEMAN-TEMAN YANG TERLUPA
MENGIMBAU GELAK DAN TAWA
MENGIKAT TALI-TEMALI SAUDARA